UNICEF: 100.000 anak dalam kondisi berbahaya di Mosul
2 min read
BAGHDAD – Anak-anak Mosul menanggung beban paling berat akibat meningkatnya pertempuran antara pasukan pemerintah dukungan AS dan kelompok ISIS di bagian barat kota tersebut, badan anak-anak PBB memperingatkan pada hari Senin.
Pasukan Irak sedang melakukan upaya terakhirnya untuk mengusir militan ISIS dari sisa wilayah yang masih mereka kuasai di Kota Tua di mana jalan-jalan sempit dan populasi sipil yang padat mempersulit pertempuran.
Perwakilan UNICEF di Irak, Peter Hawkins, mengatakan badan tersebut menerima “laporan mengkhawatirkan” mengenai warga sipil yang tewas, termasuk anak-anak, dan beberapa diantaranya terjebak dalam baku tembak ketika mereka mencoba melarikan diri.
Hawkins tidak menyebutkan jumlah pasti anak-anak yang terbunuh.
Ia memperkirakan 100.000 anak perempuan dan laki-laki masih hidup dalam kondisi yang sangat berbahaya di lingkungan Kota Tua dan daerah lain yang dikuasai ISIS. Ia meminta pihak-pihak yang bertikai untuk “melindungi anak-anak dan menjauhkan mereka dari bahaya setiap saat, sesuai dengan kewajiban mereka berdasarkan hukum kemanusiaan.”
“Nyawa anak-anak dipertaruhkan. Anak-anak dibunuh, dilukai dan dijadikan tameng manusia. Anak-anak mengalami dan menyaksikan kekerasan mengerikan yang tidak boleh disaksikan oleh manusia,” katanya dalam sebuah pernyataan. “Dalam beberapa kasus, mereka dipaksa ikut serta dalam pertempuran dan kekerasan,” tambahnya.
Didukung oleh koalisi internasional pimpinan AS, Irak melancarkan serangan militer besar-besaran pada Oktober lalu untuk merebut kembali Mosul dan daerah sekitarnya, dengan berbagai pasukan militer, polisi, dan paramiliter Irak ikut serta dalam operasi tersebut. Bagian timur kota dinyatakan telah dibebaskan pada bulan Januari, dan penyerangan ke bagian barat kota, yang dipisahkan dari timur oleh Sungai Tigris, dimulai pada bulan berikutnya.
Sementara itu, sebuah kelompok hak asasi manusia internasional melaporkan pada hari Senin bahwa setidaknya 26 mayat pria yang “ditutup matanya dan diborgol” telah ditemukan di wilayah yang dikuasai pemerintah di sekitar Mosul sejak operasi dimulai.
Human Rights Watch mengatakan angkatan bersenjata setempat mengatakan kepada wartawan asing bahwa dalam 15 kasus, para pria tersebut dibunuh di luar proses hukum oleh pasukan pemerintah yang menahan mereka karena dicurigai berafiliasi dengan ISIS.
HRW menambahkan bahwa dalam kasus-kasus lainnya, yang dilaporkan oleh sumber-sumber lokal dan internasional, lokasi eksekusi semuanya berada di wilayah pemerintah, sehingga meningkatkan kekhawatiran mengenai tanggung jawab pemerintah atas pembunuhan tersebut.
“Mayat laki-laki yang diikat dan ditutup matanya ditemukan satu demi satu di dalam dan sekitar Mosul dan di Sungai Tigris, meningkatkan kekhawatiran serius mengenai pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh pasukan pemerintah,” kata Lama Fakih, wakil direktur Human Rights Watch untuk Timur Tengah. “Kurangnya tindakan nyata pemerintah untuk menyelidiki kematian ini melemahkan klaim pemerintah mengenai perlindungan hak-hak tahanan.”
Eksekusi di luar hukum selama konflik bersenjata merupakan kejahatan perang dan, jika dilakukan secara luas atau sistematis sebagai bagian dari kebijakan, maka hal tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, katanya.
Kota terbesar kedua di Irak, Mosul, jatuh ke tangan ISIS pada musim panas 2014 ketika kelompok militan tersebut menguasai sebagian besar wilayah utara dan tengah negara itu. Beberapa minggu kemudian, ketua kelompok ekstremis Sunni, Abu Bakr al-Baghdadi, mengumumkan pembentukan kekhalifahan di Irak dan Suriah dari mimbar masjid Mosul.
___
Penulis Associated Press Bassem Mroue berkontribusi dari Beirut, Lebanon.